BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Keterampilan berbahasa sebagai alat komunikasi pada
zaman sekarang ini semakin dirasakan betapa pentingnya dalam hal kegiatan
berbicara atau berkomunikasi oleh
masyarakat sebagai pengguna bahasa itu sendiri.
Berbahasa juga merupakan alat
komunikasi yang sangat vital atau sangat penting dalam kehidupan dan merupakan kegiatan
berbicara yang efektif.
Kemampuan
berbahasa seseorang turut
menentukan kesuksesan karirnya. Semua keterampilan berbahasa pada dasarnya
merupakan satu kesatuan namun tidak semua orang menyadari hal itu. Pragmatik misalnya, merupakan salah satu cabang disiplin
ilmu yang mengkaji tentang keterampilan berbahasa oleh penuturnya yaitu
masyarakat. Pragmatik merupakan ilmu yang mempelajari tentang tindak tutur yang
bersifat triadik (bentuk, makna, dan maksud) dalam penggunaannya.
Berdasarkan
kenyataan di atas, penulis tertarik untuk memecahkan masalah-masalah dengan
proses berpikir secara berkelompok. Pembahasan tersebut penulis wujudkan dalam
makalah yang berjudul “Pemahaman dan
Penggunaan Bahasa serta Hubungan Deiksis”.
Penyusunan makalah ini penulis ajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Pragmatik.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah
dijelaskan, penulis merumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Apakah yang dimaksud pragmatik?
2.
Apakah yang dimaksud
dengan dengan deiksis, tindak ujar, dan implikatur?
3.
Apa saja cakupan deiksis dalam pragmatik?
C.
Tujuan Makalah
Tujuan
yang hendak dicapai oleh penulis melalui penyusunan makalah ini
untuk mejelaskan dan mendeskripsikan:
1. Pengertian pragmatik.
2. Pengertian
deiksis, tindak tutur, dan implikatur.
3. Cakupan deiksis
dalam pragmatik.
D.
Kegunaan Makalah
Makalah
ini disusun dengan harapan memiliki kegunaan dan bermanfaat bagi pembaca dan penulis,
khususnya kalangan siswa. Secara ringkas makalah ini mempunyai beberapa
kegunaan secara teoretis maupun secara praktis. Ditinjau secara teoretis,
penyusunan makalah ini berguna untuk menambah ilmu pengetahuan mengenai pemahaman dan penggunaan bahasa serta hubungannya dalam
ucapan.
Sedangkan secara praktis makalah ini diharapkan berguna bagi penulis yakni
sebagai wahana menambah wawasan keilmuan dalam kajian ilmu pengetahuan, dan dapat dijadikan sebagai media
informasi tentang ilmu pragmatik.
E.
Prosedur Makalah
Makalah
ini disusun dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Prosedur yang penulis
terapkan dalam penyusunan makalah ini adalah kajian pustaka dan metode
deskriptif. Kajian pustaka yang diterapkan berupa kegiatan membaca data yang
dapat diolah dengan menggunakan tekhnik analisis isi melalui kegiatan
mengeksposisikan data dan mengaplikasikan data tersebut dalam konteks judul
makalah. Sedangkan melalui metode deskriptif ini penulis akan menguraikan
permasalahan secara jelas dan komprehensif.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Tinjauan Teoretis
Pragmatik adalah salah satu cabang semantik (Sudiati dkk, 1996: 16).
Belajar pragmatik adalah “belajar agar dapat berbahasa dengan enak dan mudah,
tidak hanya di dalam forum tak formal, tetapi juga dalam forum formal. Tidak
hanya dapat berbahasa secara l;isan tetapi juga secara tulis. Tidak hanya mahir
menulis surat, tetapi juga mahir menuliskan isi pikiran ke dalam wujud esai dan
macam-macam karya tulis yang lain” (Sudiati dkk, 1996: 17).
“Pragmatik
adalah telaah mengenai hubungan antara bahasa dan konteks yang
tergramatisasikan atau disandikan dalam struktur sesuatu bahasa” (Tarigan,
2009:33). Pragmatik merupakan telaah mengenai segala aspek makna yang tidak
tercakup dalam teori semantik, atau dnegan perkataan lain memperbincangkan
segala aspek makna ucapan yang tidak dapat dijelaskan oleh referensi langsung
kepada kondisi-kondisi kebenaran kalimat yang diucapkan. Secara kasar dapat
diruuskan bahwa pragmatik makna kondisi-kondisi kebenaran.
Para
pakar pragmatik mendefinisikan istilah ini secara berbeda-beda. Yule (1996: 3),
misalnya, menyebutkan empat definisi pragmatik, yaitu (1) bidang yang mengkaji
makna pembicara; (2) bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya; (3) bidang
yang, melebihi kajian tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yang
dikomunikasikan atau terkomunikasikan oleh pembicara; dan (4) bidang yang
mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang
terlibat dalam percakapan tertentu.
Pendapat lain yang
mengemukakan tentang pragmatik yakni:
Thomas
(1995: 2) menyebut dua kecenderungan dalam pragmatik terbagi menjadi dua
bagian, pertama, dengan menggunakan sudut pandang sosial, menghubungkan
pragmatik dengan makna pembicara (speaker meaning); dan kedua, dengan
menggunakan sudut pandang kognitif, menghubungkan pragmatik dengan interpretasi
ujaran (utterance interpretation).
Selanjutnya
Thomas (1995: 22), dengan mengandaikan bahwa pemaknaan merupakan proses dinamis
yang melibatkan negosiasi antara pembicara dan pendengar serta antara konteks
ujaran (fisik, sosial, dan linguistik) dan makna potensial yang mungkin dari
sebuah ujaran ujaran, mendefinisikan pragmatik sebagai bidang yang mengkaji
makna dalam interaksi (meaning in interaction).
Leech
(1983: 6 (dalam Gunarwan 2004: 2) melihat pragmatik sebagai bidang kajian dalam
linguistik yang mempunyai kaitan dengan semantik. Keterkaitan ini ia sebut
semantisisme, yaitu melihat pragmatik sebagai bagian dari semantik;
pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari pragmatik; dan
komplementarisme, atau melihat semantik dan pragmatik sebagai dua bidang yang
saling melengkapi.
Menurut Morris (Tarigan, 2009:33), mengemukakan pendapatnya
‘pragmatik adalah telaah mengenai hubungan tanda-tanda dengan penafsir’
Teori pragmatik menjelaskan alasan atau pemikiran para pembicara dan para
penyimak dalam menyusun korelasi dalam suatu konteks sebuah tanda kalimat
dengan suatu proposisi (rencana atau masalah). Dalam hal ini
teori pragmatik merupakan bagian dari performansi.
Levinson
(Tarigan, 2009:33) menyatakan bahwa
pragmatik adalah
telaah mengenai relasi antara bahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau
laporan pemahaman bahasa, dengan kata lain: telaah mengani kemampuan pemakai
bahasa menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan onteks-konteks
secara tepat.
“Telaah
mengenai bagaimana cara melakukan sesuatu dengan memanfaatkan kalimat-kalimat
adalah telaah mengenai tindak ujar” (Tarigan, 2009:33). Dalam menelaah tindak
ujar ini seseorang harus menyadari benar betapa pentingnya konteks ucapan/
ungkapan.
Menurut
Tarigan (2009:33) “telaah umum mengenai bagaimana caranya konteks mempengaruhi
cara seseorang dalam menafsirkan kalimat disebut pragmatik”. Teori tindak ujar
adalah bagian dari pragmatik, dan pragmatik itu sendiri merupakan bagian dari
performansi linguistik. Pengetahuan mengenai dunia adalah bagian dari konteks,
dan dengan demikian pragmatik mencakup bagaimana cara pemakai bahasa menerapkan
pengetahuan dunia untuk menginterpretasikan ucapan-ucapan. Dalam setiap bahasa
terdapat banyak kata dan ekspresi yang referensi-referensinya seluruhnya
bersandar pada keadaan-keadaan ucapan tersebut dan hanya dapat dipahami bila
seseorang mengenal serta memahami situasi dan kondisi tersebut. Aspk-aspek
pragmatik seperti ini disebut deiksis (mencakup deiksis persona, deiksis kala,
dan deiksis tempat). Bila meneliti deiksis dalam upaya memahami makna ucapan
yang sebenarnya jelas sangat membantu.
B.
Pembahasan
Pragmatik adalah salah satu cabang semantik. Belajar pragmatik adalah
“belajar agar dapat berbahasa dengan enak dan mudah, tidak hanya di dalam forum
tak formal, tetapi juga dalam forum formal. Tidak hanya dapat berbahasa secara
l;isan tetapi juga secara tulis. Tidak hanya mahir menulis surat, tetapi juga
mahir menuliskan isi pikiran ke dalam wujud esai dan macam-macam karya tulis
yang lain”.
Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara
eksternal yakni bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan dalam komunikasi. Pragmatik
dan tindak tutur memandang konteks sebagai pengetahuan bersama antara pembicara
dan pendengar dan pengetahuan tersebut mengarah pada interprestasi suatu
tuturan. Pengetahuan dan konteks tertentu dapat mengakibatkan manusia
mengidentifikasikan jenis-jenis tindak tutur yang berbeda.
Pragmatik
juga berarti tentang
penggunaan perangkat tindak tutur dalam tuturan. Kehadiran perangkat tindak
tutur ini ada yang wajib dan ada pula yang bersifat opsional bergantumg kepada
kepentinganya. Secara pragmatis setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang
dapat di wujudkan oleh seorang penutur, yaitu tindak lokusi, tindak ilokusi dan
tindak perlokusi. Tindak lokusi adalah tindak tutur yang digunakan untuk
menyatakan sesuatu, tindak ilokusi adalah tindak yang digunakan selain untuk
menyatakan sesuatu juga digunakan untuk melakukan sesuatu sedangkan tindak
perlokusi adalah tindak tutur yang pengutaraanya dimaksudkan untuk mempengaruhi
lawan tutur.
Semiotik
memiliki tiga cabang kajian, yaitu sintaksis, semantik, dan pragmatik. Sintaksis
adalah kajian tentang hubungan formal antartanda, semantik adalah kajian
tentang hubungan tanda dengan objek tanda tersebut, dan pragmatik adalah kajian
tentang hubungan tanda dengan orang yang mengiterpretasikan tanda itu. Meskipun
semantik dan pragmatik sama-sama berurusan dengan makna, namun keduanya
memiliki perbedaan. Semantik memperlakukan makna sebagai suatu hubungan yang
melibatkan dua segi (dyadic),
sedangkan pragmatik memperlakukan makna sebagai suatu hubungan dengan
melibatkan tiga segi (triadic).
Dengan demikian, makna dalam pragmatik diberi definisi dalam hubungannya dengan
penutur atau pemakai bahasa, sedangkan dalam semantik, makna didefinisikan
semata-mata sebagai ciri-ciri ungkapan dalam bahasa tertentu terpisah dari
situasi, penutur, dan petutur.
Deiksis adalah kata, frasa, atau ungkapan yang rujukannya berpindah-pindah
tergantung siapa yang menjadi pembicara dan waktu, dan tempat dituturkannya
satuan bahasa tersebut.
Perhatikan
contoh kalimat berikut.
1)
Begitulah
isi sms yang dikirimkannya padaku dua hari yang lalu.
2)
Hari ini bayar,
besok gratis.
3)
Jika Anda
berkenan, di tempat ini Anda dapat menunggu saya dua jam lagi.
Dari contoh di atas, kata-kata yang
dicetak miring dikategorikan sebagai deiksis. Pada kalimat (1) yang dimaksud
dengan begitulah tidak bisa diketahui karena uraian berikutnya tidak
dijelaskan. Pada kalimat (2) kapan yang dimaksud dengan hari ini dan besok
juga tidak jelas, karena kalimat itu terpampang setiap hari di sebuah
kafetaria. Pada kalimat (3) kata Anda tidak jelas rujukannya, apakah
seorang wanita atau pria, begitu juga frasa di tempat ini lokasinya
tidak jelas.
Semua kata dan frasa yang tidak
jelas pada kalimat di atas dapat diketahui jika konteks untuk masing-masing
kalimat tersebut disertakan. Dalam berpragmatik kalimat seperti di atas wajar
hadir di tengah-tengah pembicaraan karena konteks pembicaraan sudah disepakati
antara si pembicara dan lawan bicara.
Deiksis dapat dibedakan menjadi
lima jenis yaitu:
1)
Deiksis Orang
Deiksis
orang adalah pemberian rujukan kepada orang atau pemeran serta dalam peristiwa.
Dalam kategori deiksis orang, yang menjadi kriteria adalah peran pemeran serta
dalam peristiwa berbahasa. Bahasa Indonesia mengenal pembagian kata ganti orang
menjadi tiga yaitu, kata ganti orang pertama, orang kedua, dan orang
ketiga.
Dalam
sistem ini, orang pertama ialah kategori rujukan pembicara kepada dirinya
sendiri, seperti saya, aku, kami, dan kita. Orang kedua adalah
kategori rujukan kepada seseorang (atau lebih) pendengar atau siapa yang dituju
dalam pembicaraan, seperti kamu, engkau, anda, dan kalian. Orang
ketiga adalah kategori rujukan kepada orang yang bukan pembicara dan bukan pula
pendengar, seperti dia, ia, beliau, -nya, dan mereka. Contoh
pemakaian deiksis orang dapat dilihat dalam kalimat-kalimat berikut.
a)
Mengapa hanya saya
yang diberi tugas berat seperti ini?
b)
Saya
melihat mereka di pasar kemarin.
Kata-kata
yang dicetak miring seperti contoh-contoh tersebut di atas adalah contoh dari
kata-kata yang digunakan sebagai penunjuk dalam dieksis orang. Contoh kata
seperti itu dipakai dalam percakapan sebagai pengganti atau rujukan dari yang
dimaksud dalam suatu peristiwa berbahasa.
2)
Deiksis Tempat
Deiksis
tempat adalah pemberian bentuk kepada lokasi ruang atau tempat yang dipandang
dari lokasi pemeran serta dalam peristiwa berbahasa. Dalam berbahasa, orang
akan membedakan antara di sini, di situ dan di sana. Hal
ini dikarenakan di sini lokasinya dekat dengan si pembicara, di situ
lokasinya tidak dekat pembicara, sedangkan di sana lokasinya tidak dekat
dari si pembicara dan tidak pula dekat dari pendengar. Deiksis ruang dan lebih
banyak menggunakan kata penunjuk seperti dekat, jauh, tinggi, pendek, kanan,
kiri, dan di depan. Contoh penggunaan deiksis tempat dapat dilihat
pada kalimat-kalimat berikut.
a)
Tempat itu terlalu jauh
baginya, meskipun bagimu tidak.
b)
Duduklah bersamaku di
sini.
Kata-kata
yang dicetak miring seperti contoh-contoh tersebut di atas adalah contoh dari
kata-kata yang digunakan sebagai penunjuk dalam deiksis tempat.
3)
Deiksis Waktu
Deiksis
waktu adalah pengungkapan atau pemberian bentuk kepada titik atau jarak waktu
yang dipandang dari waktu sesuatu ungkapan dibuat. Contoh deiksis waktu adalah kemarin,
lusa, besok, bulan ini, minggu ini, atau pada suatu hari.
Kalimat-kalimat
berikut adalah contoh pemakaian dari kata penunjuk deiksis waktu.
a)
Dalam rangka menyambut
hari raya Idul Fitri, yang bernama Fitri dapat makan gratis besok.
(tulisan di sebuah restoran).
b)
Gaji bulan ini
tidak seberapa yang diterimanya.
c)
Saya tidak dapat
menolong Anda sekarang ini.
4)
Deiksis Wacana
Deiksis
wacana adalah rujukan kepada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah
diberikan atau yang sedang dikembangkan. Deiksis wacana ditunjukkan oleh
anafora dan katafora. Sebuah rujukan dikatakan bersifat anafora apabila
perujukan atau penggantinya merujuk kepada hal yang sudah disebutkan. Contoh
kalimat yang bersifat anafora dapat dilihat dalam kalimat berikut.
a)
Wati belum mendapatkan
pekerjaan, padahal dia sudah diwisuda dua tahun yang lalu.
b)
Joni baru saja membeli
mobil BMW. Warnanya merah dan harganya jangan ditanya.
5)
Deiksis Sosial
Deiksis
sosial adalah mengungkapkan atau menunjukkan perbedaan ciri sosial antara
pembicara dan lawan bicara atau penulis dan pembaca dengan topik atau rujukan
yang dimaksud dalam pembicaraan itu. Contoh deiksis sosial misalnya penggunaan
kata mati, meninggal, wafat dan mangkat untuk menyatakan keadaan
meninggal dunia. Masing-masing kata tersebut berbeda pemakaiannya. Begitu juga
penggantian kata pelacur dengan tunasusila, kata gelandangan dengan tunawisma,
yang kesemuanya dalam tata bahasa disebut eufemisme (pemakaian kata halus).
Selain itu, deiksis sosial juga ditunjukkan oleh sistem honorifiks (sopan
santun berbahasa). Misalnya penyebutan pronomina persona (kata ganti orang),
seperti kau, kamu, dia, dan mereka, serta penggunaan sistem sapaan dan
penggunaan gelar.
Contoh
pemakaian deiksis sosial adalah pada kalimat berikut.
a)
Apakah saya bisa
menemui Bapak hari ini?
b)
Saya harap Pak Haji berkenan
memenuhi undangan saya.
Selain
pembagian lima deiksis di atas, dalam kajian pragmatik juga dibedakan antara
deiksis sejati dengan deiksis tak sejati dan deiksis kinesik dengan deiksis.
Penjelasan deiksis tersebut akan dijelaskan berikut ini.
Deiksis Sejati dan Deiksis Tak Sejati
Deiksis
sejati adalah arti dari kata atau frasa penunjuk yang seluruhnya dapat
diterangkan dengan konsep deiksis. Dengan kata lain kata-kata yang dipakai
sebagai penunjuk deiksis tidak mengandung makna lain selain dari makna deiksis
itu sendiri. Kata-kata yang sering dijadikan sebagai deiksis sejati adalah kata-kata
yang dipakai untuk perujuk atau penunjuk, misalnya ini, itu, di sini, di
situ, saya, kita, kamu, dan engkau. Contoh pemakaian deiksis sejati
dalam kalimat adalah seperti berikut.
a)
Jika kami
berdiri, kamu harus duduk.
b)
Rumah ini
kelihatannya memang sudah lapuk, tetapi semangat kami tidak akan pernah
lapuk tinggal di sini.
Dalam
deiksis tak sejati, makna kata atau frasa yang dipakai dalam deiksis hanya
sebagian mengacu kepada deiksis, sedangkan sebagian lagi fungsinya adalah
nondeiksis, seperti contoh berikut.
a)
Dia menjadi
pusat perhatian di rumah kami.
Dalam
kalimat di atas, kata dia dapat berarti seseorang dan dapat pula berarti
binatang kesayangan.
1)
Deiksis Kinesik dan Deiksis Simbolik
Dalam
deiksis kinesik kata-kata yang digunakan hanya dapat dipahami jika disertai
pengamatan gerakan badan yang disertai dengan pendengaran dan penglihatan atau
rabaan. Contoh pemakaian deiksis kinesik seperti pada kalimat berikut.
a)
Yang ini boleh
kau ambil, tetapi itu jangan.
b)
Bukan itu yang
saya minta, melainkan itu.
Dalam
deiksis simbolik, diperlukan pengetahuan tentang faktor tempat dan waktu dari
peristiwa berbahasa itu untuk dapat memahami siapa dan apa yang dimaksud dalam
kalimat itu. contoh pemakaian deiksis simbolik adalah sebagai berikut.
a)
Saya tidak dapat pulang
ke kampung tahun ini.
Frasa
tahun ini, tidak dapat dipahami hanya dengan pendengaran dan penglihatan
atau perabaan saja, tetapi diperlukan pemahaman waktu ketika terjadi peristiwa
berbahasa itu.
a. Tindak
Ujar
1)
Aneka Aspek Situasi
Ujaran
Kegunaan yang nyata
dari pengetahuan mengenai aspek-aspek situasi ujaran ialah memudahkan kita
untuk menentukan dengan jelas hal-hal
yang merupakan bidang garapan pragmatik
dan hal-hal yang merupkan ranah telaah
semantik. Selama kita menganut paham bahwa pragmatik menelaah makna
dalam kaitannya dengan situasi ujaran maka acuan terhadap satu atau lebih
aspek-aspek berikut ini akan merupakan suatu kriteria.
Pembicara/Penulis dan
Penyimak/Pembaca
Dalam setiap situasi
ujaran haruslah ada pihak pembicara (atau penulis) dan pihak penyimak (atau
pembaca). Keterangan ini mengandung implikasi bahwa pragmatic tidak hanya
terbatas pada bahasa lisan tetapi juga mencakup bahasa tulis. Untuk memudahkan
pembicaraan selanjutnya pembicara (atau penulis) kita singkat menjadi Pa dan
penyimak (atau pembaca) menjadi Pk.
Konteks Ujaran
Kata Konteks dapat
diartikan dengan berbagai cara, misalnya kita memasukkan aspek-aspek yang
‘sesuai’ atau ‘relevan’ mengenal latar
fisik dan sosial sesuai ucapan. Dalam buku kecil ini kita mengartikan konteks
sebagai setiap latar belakang pengetahuan yang diperkirakan dimiliki dan
disetujui bersama oleh Pa dan Pk serta yang menunjang interpretasi Pk terhadap apa yang dimaksud Pa dengan suatu ucapan tertentu.
Tujuan Ujaran
Setiap situasi ujaran
atau ucapan tentu mengandung maksud dan tujuan tertentu pula. Dengan kata lain,
kedua belah pihak yaitu Pa dan Pk terlihat dalam suatu kegiatan yang
berorientasi pada tujuan tertentu.
Tindak Ilokusi
Bila tatabahasa
menggarap kesatuan-kesatuan statis yang abstrak seperti kalimat-kalimat (dalam
sintaksis) dan proporsi-proporsi (dalam semantic), maka prakmatik menggarap
tindak-tindak verbal atau performansi-performansi yang berlangsung dalam
situasi-situasi khusus dalam waktu tertentu. Dalam hal ini pragmatik menggarap
bahasa dalam tingkatan yang lebih konkret tinimbang tata bahasa. Singkatnya,
ucapan dianggap sebagai suatu bentuk kegiatan atau suatu tindak ujar.
Ucapan sebagai
produk tindak verbal
Selain
pengertian yang telah diutarakan di atas, maka ada pengertian lain dari kata
ucapan yang dapat dipakai dalam pragmatik, yaitu mengacu kepada produk suatu
tindak verbal, dan bukan hanya kepada tindak verbal itu sendiri.
Sebagai contoh, kalau
kata-kata Dapatkah Anda tenang sedikit? Diucapkan
dengan intonasi yang sopan dan hormat, dapatlah diperikan sebagai suatu
kalimat, atau sebagai suatu pertanyaan, ataupun sebagai suatu permintaan. Akan
tetapi, kita sudah terbiasa memperlakukan istilah-istilah seperti kalimat dan
pertanyaan bagi kesatuan-kesatuan gramatik yang dituturkan dari sistem bahasa,
dan memperlakukan istilah ucapan sebagai contoh dari kesatuan-kesatuan seperti
itu, yang diidentifikasikan oleh pemakaiannya dalam situasi tertentu. Dengan
demikian suatu ucapan dapat merupakan suatu contoh kalimat, atau suatu bukti
kalimat, tetapi jelas tidak dapat
merupakan suatu kalimat. Dalam pengertian yang kedua ini, ucapan merupakan
unsur yang maknanya kita telaah dalam pragmatik. Sesungguhnya secara tepat kita dapat
memerikan pragmatik sebagai ilmu yang menelaah makna ucapan. Dan semantik yang
menelaah makna kalimat. Akan tetapi, kita tidak perlu beranggapan bahwa semua
ucapan merupakan bukti-bukti kalimat. Memang terkadang sukar membedakan ucapan
yang termaktub pada (iv) dan yang dimaksud pada (v). untuk menghindari salah
pengertian itu maka ucapan yang dimaksud pada (vi) di atas yang berkaitan dengan tindak
ujar disebut tindak ilokusi, dan makna ucapan itu dapat disebut sebagai
kekuatan ilokusi.
Dari uraian di atas
dapatlah kita tarik kesimpulan bahwa pragmatik adalah telaah makna dalam hubungannya
dengan situasi ujaran.
Jenis Tindak Ujar
Terdapat
tiga jenis tindak ujar, diantaranya:
1)
Tindak Lokusi,
melakukan tindak untuk menyatakan sesuatu.
Contoh : Pa berkata kepada Pk bahwa X.
2)
Tindak Ilokusi,
melakukan suatu tindakan dalam mengatakan sesuatu.
Contoh: dalam
mengatakan X, Pa menyatakan bahwa P.
3)
Tindak Perlokusi,
melakukan suatu tindakan dengan menyatakan sesuatu.
Contoh: dengan
mengatakan X, Pa meyakinkan Pk bahwa P.
Cataan:
X adalah kata-kata tertentu yang diucapkan dengan perasaan dan referensi atau
acuan tertentu.
Implikatur
Di dalam pertuturan yang
sesungguhnya, penutur dan mitra tutur dapat secara lancar berkomunikasi karena
mereka berdua memiliki semacam kesamaan latar belakang pengetahuan tentang
sesuatu yang dipertuturkan itu. Di antara penutur dan mitra tutur terdapat
semacam kontrak percakapan tidak tertulis bahwa apa yang sedang dipertuturkan
itu saling dimengerti. Grice (1975) di dalam artikelnya yang berjudul “Logic
and Conversation” menyatakan bahwa sebuah tuturan dapat mengimplikasikan
proposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan tersebut. Proposisi yang
diimplikasikan itu dapat desebut dengan implikatur percakapan.
Tutur yang berbunyi Bapak datang, jangan menangis! Tidak
semata-mata dimaksudkan memberitahukan bahwa sang ayah sudah datang dari tempat
tertentu. Si penutur bermaksud memperingatkan mitra tutur bahwa sang ayah
bersikap keras dan sangat kejam itu akan melakukan sesuatu terhadapnya apa bila
ia masih terus menangis. Dengan perkataan lain, tuturan itu mengimplikasikan
bahwa sang ayah adalah orang yang keras dan sangat kejam dan sering marah-marah
pada anaknya yang sedang menangis. Di dalam implikatur, hubungan antara tuturan
yang sesungguhnya dengan maksud yang tidak dituturkan itu bersifat tidak
mutlak. Inferensi maksud tuturan itu harus didasarkan pada konteks situasi
tutur yang mewadahi munculnya tuturan tersebut.
BAB
III
SIMPULAN DAN SARAN
A.
Simpulan
Pragmatik adalah salah satu cabang semantik. Belajar pragmatik adalah
belajar agar dapat berbahasa dengan enak dan mudah, tidak hanya di dalam forum
tak formal, tetapi juga dalam forum formal. Tidak hanya dapat berbahasa secara
l;isan tetapi juga secara tulis. Tidak hanya mahir menulis surat, tetapi juga
mahir menuliskan isi pikiran ke dalam wujud esai dan macam-macam karya tulis
yang lain.
Deiksis merupakan hal atau fungsi menunjuk sesuatu di luar bahasa; kata yang
mengacu kepada persona, waktu, dan tempat suatu tuturan aneka aspek situasi ujaran terdiri dari
pembicara-penyimak, konteks ujaran, tujuan ujaran, tindak ilokusi, dan ucapan. Jenis tindak ujar terdiri dari tindak lokusi,
tindak ilokusi, tindak perlokusi.
B.
Saran
Berdasarkan
uraian yang tertera di atas, perlu memandang dan mengungkapkan sejumlah saran
sebagai berikut, penulis mengharapkan dukungan dari pembaca, penulis selaku
pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang hambatan-hambatan dan manfaat
berdiskusi secara berkelompok di dalam kelas, serta dapat dipahami dalam
kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Bayu, Dimas. 2008. Definisi Pragmatik. [Online].
Grundy, Peter. 2008. Doing Pragmatic. London : Hodder Education.
Rahardi, R Kunjana. 2008. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta : Erlangga
Sudiati, V. 1996. Kreatif Berbahasa Menuju
Keterampilan Pragmatik.
Yogyakarta: Kanisius.
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Pragmatik. Bandung : Angkasa.
![]() |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar