Minggu, 19 Januari 2014

Pemahaman dan Penggunaan Bahasa serta Hubungan Deiksis



BAB I
PENDAHULUAN

A.                Latar Belakang Masalah
Keterampilan berbahasa sebagai alat komunikasi pada zaman sekarang ini semakin dirasakan betapa pentingnya dalam hal kegiatan berbicara atau berkomunikasi oleh masyarakat sebagai pengguna bahasa itu sendiri. Berbahasa juga merupakan alat komunikasi yang sangat vital atau sangat penting dalam kehidupan dan merupakan kegiatan berbicara yang efektif.
Kemampuan berbahasa seseorang turut menentukan kesuksesan karirnya. Semua keterampilan berbahasa pada dasarnya merupakan satu kesatuan namun tidak semua orang menyadari hal itu. Pragmatik misalnya, merupakan salah satu cabang disiplin ilmu yang mengkaji tentang keterampilan berbahasa oleh penuturnya yaitu masyarakat. Pragmatik merupakan ilmu yang mempelajari tentang tindak tutur yang bersifat triadik (bentuk, makna, dan maksud) dalam penggunaannya.
Berdasarkan kenyataan di atas, penulis tertarik untuk memecahkan masalah-masalah dengan proses berpikir secara berkelompok. Pembahasan tersebut penulis wujudkan dalam makalah yang berjudul “Pemahaman dan Penggunaan Bahasa serta Hubungan Deiksis”. Penyusunan makalah ini penulis ajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pragmatik.


B.                 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, penulis merumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
1.    Apakah yang dimaksud pragmatik?
2.    Apakah yang dimaksud dengan dengan deiksis, tindak ujar, dan implikatur?
3.    Apa saja cakupan deiksis dalam pragmatik?
C.                Tujuan Makalah
Tujuan yang hendak dicapai oleh penulis melalui penyusunan makalah ini untuk mejelaskan dan mendeskripsikan:
1.    Pengertian pragmatik.
2.    Pengertian deiksis, tindak tutur, dan implikatur.
3.    Cakupan deiksis dalam pragmatik.
D.                Kegunaan Makalah
Makalah ini disusun dengan harapan memiliki kegunaan dan bermanfaat bagi pembaca dan penulis, khususnya kalangan siswa. Secara ringkas makalah ini mempunyai beberapa kegunaan secara teoretis maupun secara praktis. Ditinjau secara teoretis, penyusunan makalah ini berguna untuk menambah ilmu pengetahuan mengenai pemahaman dan penggunaan bahasa serta hubungannya dalam ucapan. Sedangkan secara praktis makalah ini diharapkan berguna bagi penulis yakni sebagai wahana menambah wawasan keilmuan dalam kajian ilmu pengetahuan, dan dapat dijadikan sebagai media informasi tentang ilmu pragmatik.

E.                 Prosedur Makalah
Makalah ini disusun dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Prosedur yang penulis terapkan dalam penyusunan makalah ini adalah kajian pustaka dan metode deskriptif. Kajian pustaka yang diterapkan berupa kegiatan membaca data yang dapat diolah dengan menggunakan tekhnik analisis isi melalui kegiatan mengeksposisikan data dan mengaplikasikan data tersebut dalam konteks judul makalah. Sedangkan melalui metode deskriptif ini penulis akan menguraikan permasalahan secara jelas dan komprehensif.



BAB II
PEMBAHASAN

A.                Tinjauan Teoretis
Pragmatik adalah salah satu cabang semantik (Sudiati dkk, 1996: 16). Belajar pragmatik adalah “belajar agar dapat berbahasa dengan enak dan mudah, tidak hanya di dalam forum tak formal, tetapi juga dalam forum formal. Tidak hanya dapat berbahasa secara l;isan tetapi juga secara tulis. Tidak hanya mahir menulis surat, tetapi juga mahir menuliskan isi pikiran ke dalam wujud esai dan macam-macam karya tulis yang lain” (Sudiati dkk, 1996: 17).
“Pragmatik adalah telaah mengenai hubungan antara bahasa dan konteks yang tergramatisasikan atau disandikan dalam struktur sesuatu bahasa” (Tarigan, 2009:33). Pragmatik merupakan telaah mengenai segala aspek makna yang tidak tercakup dalam teori semantik, atau dnegan perkataan lain memperbincangkan segala aspek makna ucapan yang tidak dapat dijelaskan oleh referensi langsung kepada kondisi-kondisi kebenaran kalimat yang diucapkan. Secara kasar dapat diruuskan bahwa pragmatik  makna  kondisi-kondisi kebenaran.
Para pakar pragmatik mendefinisikan istilah ini secara berbeda-beda. Yule (1996: 3), misalnya, menyebutkan empat definisi pragmatik, yaitu (1) bidang yang mengkaji makna pembicara; (2) bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya; (3) bidang yang, melebihi kajian tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yang dikomunikasikan atau terkomunikasikan oleh pembicara; dan (4) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan tertentu.
Pendapat lain yang mengemukakan tentang pragmatik yakni:
Thomas (1995: 2) menyebut dua kecenderungan dalam pragmatik terbagi menjadi dua bagian, pertama, dengan menggunakan sudut pandang sosial, menghubungkan pragmatik dengan makna pembicara (speaker meaning); dan kedua, dengan menggunakan sudut pandang kognitif, menghubungkan pragmatik dengan interpretasi ujaran (utterance interpretation).
Selanjutnya Thomas (1995: 22), dengan mengandaikan bahwa pemaknaan merupakan proses dinamis yang melibatkan negosiasi antara pembicara dan pendengar serta antara konteks ujaran (fisik, sosial, dan linguistik) dan makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran ujaran, mendefinisikan pragmatik sebagai bidang yang mengkaji makna dalam interaksi (meaning in interaction).
Leech (1983: 6 (dalam Gunarwan 2004: 2) melihat pragmatik sebagai bidang kajian dalam linguistik yang mempunyai kaitan dengan semantik. Keterkaitan ini ia sebut semantisisme, yaitu melihat pragmatik sebagai bagian dari semantik; pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari pragmatik; dan komplementarisme, atau melihat semantik dan pragmatik sebagai dua bidang yang saling melengkapi.
Menurut Morris (Tarigan, 2009:33), mengemukakan pendapatnya
‘pragmatik adalah telaah mengenai hubungan tanda-tanda dengan penafsir’ Teori pragmatik menjelaskan alasan atau pemikiran para pembicara dan para penyimak dalam menyusun korelasi dalam suatu konteks sebuah tanda kalimat dengan suatu proposisi (rencana atau masalah). Dalam hal ini teori pragmatik merupakan bagian dari performansi.

Levinson (Tarigan, 2009:33) menyatakan bahwa
pragmatik adalah telaah mengenai relasi antara bahasa dan konteks yang  merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa, dengan kata lain: telaah mengani kemampuan pemakai bahasa menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan onteks-konteks secara tepat.

“Telaah mengenai bagaimana cara melakukan sesuatu dengan memanfaatkan kalimat-kalimat adalah telaah mengenai tindak ujar” (Tarigan, 2009:33). Dalam menelaah tindak ujar ini seseorang harus menyadari benar betapa pentingnya konteks ucapan/ ungkapan.
Menurut Tarigan (2009:33) “telaah umum mengenai bagaimana caranya konteks mempengaruhi cara seseorang dalam menafsirkan kalimat disebut pragmatik”. Teori tindak ujar adalah bagian dari pragmatik, dan pragmatik itu sendiri merupakan bagian dari performansi linguistik. Pengetahuan mengenai dunia adalah bagian dari konteks, dan dengan demikian pragmatik mencakup bagaimana cara pemakai bahasa menerapkan pengetahuan dunia untuk menginterpretasikan ucapan-ucapan. Dalam setiap bahasa terdapat banyak kata dan ekspresi yang referensi-referensinya seluruhnya bersandar pada keadaan-keadaan ucapan tersebut dan hanya dapat dipahami bila seseorang mengenal serta memahami situasi dan kondisi tersebut. Aspk-aspek pragmatik seperti ini disebut deiksis (mencakup deiksis persona, deiksis kala, dan deiksis tempat). Bila meneliti deiksis dalam upaya memahami makna ucapan yang sebenarnya jelas sangat membantu.

B.                 Pembahasan
Pragmatik adalah salah satu cabang semantik. Belajar pragmatik adalah “belajar agar dapat berbahasa dengan enak dan mudah, tidak hanya di dalam forum tak formal, tetapi juga dalam forum formal. Tidak hanya dapat berbahasa secara l;isan tetapi juga secara tulis. Tidak hanya mahir menulis surat, tetapi juga mahir menuliskan isi pikiran ke dalam wujud esai dan macam-macam karya tulis yang lain”.
Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal yakni bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan dalam komunikasi. Pragmatik dan tindak tutur memandang konteks sebagai pengetahuan bersama antara pembicara dan pendengar dan pengetahuan tersebut mengarah pada interprestasi suatu tuturan. Pengetahuan dan konteks tertentu dapat mengakibatkan manusia mengidentifikasikan jenis-jenis tindak tutur yang berbeda.
Pragmatik juga berarti tentang penggunaan perangkat tindak tutur dalam tuturan. Kehadiran perangkat tindak tutur ini ada yang wajib dan ada pula yang bersifat opsional bergantumg kepada kepentinganya. Secara pragmatis setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat di wujudkan oleh seorang penutur, yaitu tindak lokusi, tindak ilokusi dan tindak perlokusi. Tindak lokusi adalah tindak tutur yang digunakan untuk menyatakan sesuatu, tindak ilokusi adalah tindak yang digunakan selain untuk menyatakan sesuatu juga digunakan untuk melakukan sesuatu sedangkan tindak perlokusi adalah tindak tutur yang pengutaraanya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tutur.
Semiotik memiliki tiga cabang kajian, yaitu sintaksis, semantik, dan pragmatik. Sintaksis adalah kajian tentang hubungan formal antartanda, semantik adalah kajian tentang hubungan tanda dengan objek tanda tersebut, dan pragmatik adalah kajian tentang hubungan tanda dengan orang yang mengiterpretasikan tanda itu. Meskipun semantik dan pragmatik sama-sama berurusan dengan makna, namun keduanya memiliki perbedaan. Semantik memperlakukan makna sebagai suatu hubungan yang melibatkan dua segi (dyadic), sedangkan pragmatik memperlakukan makna sebagai suatu hubungan dengan melibatkan tiga segi (triadic). Dengan demikian, makna dalam pragmatik diberi definisi dalam hubungannya dengan penutur atau pemakai bahasa, sedangkan dalam semantik, makna didefinisikan semata-mata sebagai ciri-ciri ungkapan dalam bahasa tertentu terpisah dari situasi, penutur, dan petutur.
Deiksis adalah kata, frasa, atau ungkapan yang rujukannya berpindah-pindah tergantung siapa yang menjadi pembicara dan waktu, dan tempat dituturkannya satuan bahasa tersebut.
Perhatikan contoh kalimat berikut.
1)         Begitulah isi sms yang dikirimkannya padaku dua hari yang lalu.
2)         Hari ini bayar, besok gratis.
3)         Jika Anda berkenan, di tempat ini Anda dapat menunggu saya dua jam lagi.
Dari contoh di atas, kata-kata yang dicetak miring dikategorikan sebagai deiksis. Pada kalimat (1) yang dimaksud dengan begitulah tidak bisa diketahui karena uraian berikutnya tidak dijelaskan. Pada kalimat (2) kapan yang dimaksud dengan hari ini dan besok juga tidak jelas, karena kalimat itu terpampang setiap hari di sebuah kafetaria. Pada kalimat (3) kata Anda tidak jelas rujukannya, apakah seorang wanita atau pria, begitu juga frasa di tempat ini lokasinya tidak jelas.
Semua kata dan frasa yang tidak jelas pada kalimat di atas dapat diketahui jika konteks untuk masing-masing kalimat tersebut disertakan. Dalam berpragmatik kalimat seperti di atas wajar hadir di tengah-tengah pembicaraan karena konteks pembicaraan sudah disepakati antara si pembicara dan lawan bicara.
Deiksis dapat dibedakan menjadi lima jenis yaitu:
1)          Deiksis Orang
Deiksis orang adalah pemberian rujukan kepada orang atau pemeran serta dalam peristiwa. Dalam kategori deiksis orang, yang menjadi kriteria adalah peran pemeran serta dalam peristiwa berbahasa. Bahasa Indonesia mengenal pembagian kata ganti orang menjadi tiga yaitu, kata ganti orang pertama, orang kedua, dan orang ketiga.
Dalam sistem ini, orang pertama ialah kategori rujukan pembicara kepada dirinya sendiri, seperti saya, aku, kami, dan kita. Orang kedua adalah kategori rujukan kepada seseorang (atau lebih) pendengar atau siapa yang dituju dalam pembicaraan, seperti kamu, engkau, anda, dan kalian. Orang ketiga adalah kategori rujukan kepada orang yang bukan pembicara dan bukan pula pendengar, seperti dia, ia, beliau, -nya, dan mereka. Contoh pemakaian deiksis orang dapat dilihat dalam kalimat-kalimat berikut.
a)         Mengapa hanya saya yang diberi tugas berat seperti ini?
b)         Saya melihat mereka di pasar kemarin.
Kata-kata yang dicetak miring seperti contoh-contoh tersebut di atas adalah contoh dari kata-kata yang digunakan sebagai penunjuk dalam dieksis orang. Contoh kata seperti itu dipakai dalam percakapan sebagai pengganti atau rujukan dari yang dimaksud dalam suatu peristiwa berbahasa.
2)         Deiksis Tempat
Deiksis tempat adalah pemberian bentuk kepada lokasi ruang atau tempat yang dipandang dari lokasi pemeran serta dalam peristiwa berbahasa. Dalam berbahasa, orang akan membedakan antara di sini, di situ dan di sana. Hal ini dikarenakan di sini lokasinya dekat dengan si pembicara, di situ lokasinya tidak dekat pembicara, sedangkan di sana lokasinya tidak dekat dari si pembicara dan tidak pula dekat dari pendengar. Deiksis ruang dan lebih banyak menggunakan kata penunjuk seperti dekat, jauh, tinggi, pendek, kanan, kiri, dan di depan. Contoh penggunaan deiksis tempat dapat dilihat pada kalimat-kalimat berikut.
a)         Tempat itu terlalu jauh baginya, meskipun bagimu tidak.
b)         Duduklah bersamaku di sini.
Kata-kata yang dicetak miring seperti contoh-contoh tersebut di atas adalah contoh dari kata-kata yang digunakan sebagai penunjuk dalam deiksis tempat.

3)         Deiksis Waktu
Deiksis waktu adalah pengungkapan atau pemberian bentuk kepada titik atau jarak waktu yang dipandang dari waktu sesuatu ungkapan dibuat. Contoh deiksis waktu adalah kemarin, lusa, besok, bulan ini, minggu ini, atau pada suatu hari.
Kalimat-kalimat berikut adalah contoh pemakaian dari kata penunjuk deiksis waktu.
a)         Dalam rangka menyambut hari raya Idul Fitri, yang bernama Fitri dapat makan gratis besok. (tulisan di sebuah restoran).
b)         Gaji bulan ini tidak seberapa yang diterimanya.
c)         Saya tidak dapat menolong Anda sekarang ini.
4)         Deiksis Wacana
Deiksis wacana adalah rujukan kepada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah diberikan atau yang sedang dikembangkan. Deiksis wacana ditunjukkan oleh anafora dan katafora. Sebuah rujukan dikatakan bersifat anafora apabila perujukan atau penggantinya merujuk kepada hal yang sudah disebutkan. Contoh kalimat yang bersifat anafora dapat dilihat dalam kalimat berikut.
a)         Wati belum mendapatkan pekerjaan, padahal dia sudah diwisuda dua tahun yang lalu.
b)         Joni baru saja membeli mobil BMW. Warnanya merah dan harganya jangan ditanya.

5)         Deiksis Sosial
Deiksis sosial adalah mengungkapkan atau menunjukkan perbedaan ciri sosial antara pembicara dan lawan bicara atau penulis dan pembaca dengan topik atau rujukan yang dimaksud dalam pembicaraan itu. Contoh deiksis sosial misalnya penggunaan kata mati, meninggal, wafat dan mangkat untuk menyatakan keadaan meninggal dunia. Masing-masing kata tersebut berbeda pemakaiannya. Begitu juga penggantian kata pelacur dengan tunasusila, kata gelandangan dengan tunawisma, yang kesemuanya dalam tata bahasa disebut eufemisme (pemakaian kata halus). Selain itu, deiksis sosial juga ditunjukkan oleh sistem honorifiks (sopan santun berbahasa). Misalnya penyebutan pronomina persona (kata ganti orang), seperti kau, kamu, dia, dan mereka, serta penggunaan sistem sapaan dan penggunaan gelar.
Contoh pemakaian deiksis sosial adalah pada kalimat berikut.
a)         Apakah saya bisa menemui Bapak hari ini?
b)         Saya harap Pak Haji berkenan memenuhi undangan saya.
Selain pembagian lima deiksis di atas, dalam kajian pragmatik juga dibedakan antara deiksis sejati dengan deiksis tak sejati dan deiksis kinesik dengan deiksis. Penjelasan deiksis tersebut akan dijelaskan berikut ini.
Deiksis Sejati dan Deiksis Tak Sejati
Deiksis sejati adalah arti dari kata atau frasa penunjuk yang seluruhnya dapat diterangkan dengan konsep deiksis. Dengan kata lain kata-kata yang dipakai sebagai penunjuk deiksis tidak mengandung makna lain selain dari makna deiksis itu sendiri. Kata-kata yang sering dijadikan sebagai deiksis sejati adalah kata-kata yang dipakai untuk perujuk atau penunjuk, misalnya ini, itu, di sini, di situ, saya, kita, kamu, dan engkau. Contoh pemakaian deiksis sejati dalam kalimat adalah seperti berikut.
a)         Jika kami berdiri, kamu harus duduk.
b)         Rumah ini kelihatannya memang sudah lapuk, tetapi semangat kami tidak akan pernah lapuk tinggal di sini.
Dalam deiksis tak sejati, makna kata atau frasa yang dipakai dalam deiksis hanya sebagian mengacu kepada deiksis, sedangkan sebagian lagi fungsinya adalah nondeiksis, seperti contoh berikut.
a)         Dia menjadi pusat perhatian di rumah kami.
Dalam kalimat di atas, kata dia dapat berarti seseorang dan dapat pula berarti binatang kesayangan.
1)         Deiksis Kinesik dan Deiksis Simbolik
Dalam deiksis kinesik kata-kata yang digunakan hanya dapat dipahami jika disertai pengamatan gerakan badan yang disertai dengan pendengaran dan penglihatan atau rabaan. Contoh pemakaian deiksis kinesik seperti pada kalimat berikut.
a)         Yang ini boleh kau ambil, tetapi itu jangan.
b)         Bukan itu yang saya minta, melainkan itu.
Dalam deiksis simbolik, diperlukan pengetahuan tentang faktor tempat dan waktu dari peristiwa berbahasa itu untuk dapat memahami siapa dan apa yang dimaksud dalam kalimat itu. contoh pemakaian deiksis simbolik adalah sebagai berikut.
a)         Saya tidak dapat pulang ke kampung tahun ini.
Frasa tahun ini, tidak dapat dipahami hanya dengan pendengaran dan penglihatan atau perabaan saja, tetapi diperlukan pemahaman waktu ketika terjadi peristiwa berbahasa itu.
a.       Tindak Ujar
1)         Aneka Aspek Situasi Ujaran
Kegunaan yang nyata dari pengetahuan mengenai aspek-aspek situasi ujaran ialah memudahkan kita untuk menentukan  dengan jelas hal-hal yang merupakan  bidang garapan pragmatik dan hal-hal yang merupkan ranah telaah  semantik. Selama kita menganut paham bahwa pragmatik menelaah makna dalam kaitannya dengan situasi ujaran maka acuan terhadap satu atau lebih aspek-aspek berikut ini akan merupakan suatu kriteria.
Pembicara/Penulis dan Penyimak/Pembaca
Dalam setiap situasi ujaran haruslah ada pihak pembicara (atau penulis) dan pihak penyimak (atau pembaca). Keterangan ini mengandung implikasi bahwa pragmatic tidak hanya terbatas pada bahasa lisan tetapi juga mencakup bahasa tulis. Untuk memudahkan pembicaraan selanjutnya pembicara (atau penulis) kita singkat menjadi Pa dan penyimak (atau pembaca) menjadi Pk.

Konteks Ujaran
Kata Konteks dapat diartikan dengan berbagai cara, misalnya kita memasukkan aspek-aspek yang ‘sesuai’  atau ‘relevan’ mengenal latar fisik dan sosial sesuai ucapan. Dalam buku kecil ini kita mengartikan konteks sebagai setiap latar belakang pengetahuan yang diperkirakan dimiliki dan disetujui bersama oleh Pa dan Pk serta yang menunjang interpretasi Pk terhadap apa yang dimaksud Pa dengan suatu ucapan tertentu.
Tujuan Ujaran
Setiap situasi ujaran atau ucapan tentu mengandung maksud dan tujuan tertentu pula. Dengan kata lain, kedua belah pihak yaitu Pa dan Pk terlihat dalam suatu kegiatan yang berorientasi pada tujuan tertentu.
 Tindak Ilokusi
Bila tatabahasa menggarap kesatuan-kesatuan statis yang abstrak seperti kalimat-kalimat (dalam sintaksis) dan proporsi-proporsi (dalam semantic), maka prakmatik menggarap tindak-tindak verbal atau performansi-performansi yang berlangsung dalam situasi-situasi khusus dalam waktu tertentu. Dalam hal ini pragmatik menggarap bahasa dalam tingkatan yang lebih konkret tinimbang tata bahasa. Singkatnya, ucapan dianggap sebagai suatu bentuk kegiatan atau suatu tindak ujar.
Ucapan sebagai produk tindak verbal
Selain pengertian yang telah diutarakan di atas, maka ada pengertian lain dari kata ucapan yang dapat dipakai dalam pragmatik, yaitu mengacu kepada produk suatu tindak verbal, dan bukan hanya kepada tindak verbal itu sendiri.
Sebagai contoh, kalau kata-kata Dapatkah Anda tenang sedikit? Diucapkan dengan intonasi yang sopan dan hormat, dapatlah diperikan sebagai suatu kalimat, atau sebagai suatu pertanyaan, ataupun sebagai suatu permintaan. Akan tetapi, kita sudah terbiasa memperlakukan istilah-istilah seperti kalimat dan pertanyaan bagi kesatuan-kesatuan gramatik yang dituturkan dari sistem bahasa, dan memperlakukan istilah ucapan sebagai contoh dari kesatuan-kesatuan seperti itu, yang diidentifikasikan oleh pemakaiannya dalam situasi tertentu. Dengan demikian suatu ucapan dapat merupakan suatu contoh kalimat, atau suatu bukti kalimat,  tetapi jelas tidak dapat merupakan suatu kalimat. Dalam pengertian yang kedua ini, ucapan merupakan unsur yang maknanya kita telaah dalam pragmatik.  Sesungguhnya secara tepat kita dapat memerikan pragmatik sebagai ilmu yang menelaah makna ucapan. Dan semantik yang menelaah makna kalimat. Akan tetapi, kita tidak perlu beranggapan bahwa semua ucapan merupakan bukti-bukti kalimat. Memang terkadang sukar membedakan ucapan yang termaktub pada (iv) dan yang dimaksud pada (v). untuk menghindari salah pengertian itu maka ucapan yang dimaksud pada (vi) di atas yang berkaitan dengan tindak ujar disebut tindak ilokusi, dan makna ucapan itu dapat disebut sebagai kekuatan ilokusi.
Dari uraian di atas dapatlah kita tarik kesimpulan bahwa pragmatik adalah telaah makna dalam hubungannya dengan situasi ujaran.
Jenis Tindak Ujar
Terdapat tiga jenis tindak ujar, diantaranya:
1)                  Tindak Lokusi, melakukan tindak untuk menyatakan sesuatu.
Contoh : Pa berkata kepada Pk bahwa X.
2)                  Tindak Ilokusi, melakukan suatu tindakan dalam mengatakan sesuatu.
Contoh: dalam mengatakan X, Pa menyatakan bahwa P.
3)                  Tindak Perlokusi, melakukan suatu tindakan dengan menyatakan sesuatu.
Contoh: dengan mengatakan X, Pa meyakinkan Pk bahwa P.
Cataan: X adalah kata-kata tertentu yang diucapkan dengan perasaan dan referensi atau acuan tertentu.
Implikatur
Di dalam pertuturan yang sesungguhnya, penutur dan mitra tutur dapat secara lancar berkomunikasi karena mereka berdua memiliki semacam kesamaan latar belakang pengetahuan tentang sesuatu yang dipertuturkan itu. Di antara penutur dan mitra tutur terdapat semacam kontrak percakapan tidak tertulis bahwa apa yang sedang dipertuturkan itu saling dimengerti. Grice (1975) di dalam artikelnya yang berjudul “Logic and Conversation” menyatakan bahwa sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan tersebut. Proposisi yang diimplikasikan itu dapat desebut dengan implikatur percakapan.
Tutur yang berbunyi Bapak datang, jangan menangis! Tidak semata-mata dimaksudkan memberitahukan bahwa sang ayah sudah datang dari tempat tertentu. Si penutur bermaksud memperingatkan mitra tutur bahwa sang ayah bersikap keras dan sangat kejam itu akan melakukan sesuatu terhadapnya apa bila ia masih terus menangis. Dengan perkataan lain, tuturan itu mengimplikasikan bahwa sang ayah adalah orang yang keras dan sangat kejam dan sering marah-marah pada anaknya yang sedang menangis. Di dalam implikatur, hubungan antara tuturan yang sesungguhnya dengan maksud yang tidak dituturkan itu bersifat tidak mutlak. Inferensi maksud tuturan itu harus didasarkan pada konteks situasi tutur yang mewadahi munculnya tuturan tersebut.


BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A.                Simpulan
Pragmatik adalah salah satu cabang semantik. Belajar pragmatik adalah belajar agar dapat berbahasa dengan enak dan mudah, tidak hanya di dalam forum tak formal, tetapi juga dalam forum formal. Tidak hanya dapat berbahasa secara l;isan tetapi juga secara tulis. Tidak hanya mahir menulis surat, tetapi juga mahir menuliskan isi pikiran ke dalam wujud esai dan macam-macam karya tulis yang lain.
Deiksis merupakan hal atau fungsi menunjuk sesuatu di luar bahasa; kata yang mengacu kepada persona, waktu, dan tempat suatu tuturan aneka aspek situasi ujaran terdiri dari pembicara-penyimak, konteks ujaran, tujuan ujaran, tindak ilokusi, dan ucapan. Jenis tindak ujar terdiri dari tindak lokusi, tindak ilokusi, tindak perlokusi.
B.                 Saran
Berdasarkan uraian yang tertera di atas, perlu memandang dan mengungkapkan sejumlah saran sebagai berikut, penulis mengharapkan dukungan dari pembaca, penulis selaku pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang hambatan-hambatan dan manfaat berdiskusi secara berkelompok di dalam kelas, serta dapat dipahami dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah.


DAFTAR PUSTAKA



Bayu, Dimas. 2008. Definisi Pragmatik. [Online].

Grundy, Peter. 2008. Doing Pragmatic. London : Hodder Education.

Rahardi, R Kunjana. 2008. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta : Erlangga

Sudiati, V.  1996. Kreatif Berbahasa Menuju Keterampilan Pragmatik.
Yogyakarta: Kanisius.                           

Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Pragmatik. Bandung : Angkasa.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar