Kamis, 06 Januari 2011

CINTA YANG TERPENDAM

Awan putih menyelimuti kota Tasikmalaya dan teriknya matahari membuat udara semakin panas saja. Air sungai yang mengalir begitu derasnya walau sudah tidak menampakan lagi kejernihannya karena sudah tercemar oleh limbah-limbah pabrik dan tumpukan sampah yang menyumbat. Gubuk-gubuk yang seala kadarnya dan saling berdempetan didirikan di bantaran kali membuat suasana semakin kumuh saja di wilayah sungai Ciloseh ini. Segala bentuk profesi kumplit di sini ada pemulung, pengemis, penarik becak, pedagang asongan, pengamen jalanan, pembantu rumah tangga, hingga PSK.
Keluarga Elis misalnya, ayahnya bekerja sebagai penarik becak, ibunya bekerja sebagai pedagang, dan Elis sendiri bekerja sebagai PRT di salah satu perumahan yang lokasinya agak jauh dari tempat tinggal Elis. Walaupun latar belakang Elis yang dilahirkan dan dibesarkan di daerah kumuh, tetapi dia cukup diterima dengan baik oleh semua anggota keluarga pak Dhani. Pak Dhani sendiri adalah seorang pejabat tersohor di Tasikmalaya. Keluarga pak Dhani sangat disegani dan dihormati oleh semua orang pendukungnya bahkan oleh tetangga-tetangganya. Dia tinggal dengan istrinya dan seorang anaknya yang berprofesi sebagai polisi. Keluarga pak Dhani juga sebuah keluarga yang harmonis dan baik-baik saja, tetapi kini terusik dengan kedatangan Elis sebagai PRT ke rumahnya. Semua itu berawal ketika anaknya pak Dhani, yang bernama Andi  yang baru saja pulang dari Yogyakarta karena mutasi kerjanya. Entah mengapa Andi bisa menaruh hati pada Elis. padahal dia sendiri sudah memiliki tunangan. Perasaan Andi itu timbul ketika baru saja pulang dari Yogyakarta. Waktu itu dia turun dari mobilnya dan ketika itu ada Elis yang sedang menyiram tanaman di halaman depan rumah. Elis pun langsung datang menghampiri Andi dan membawakan barang-barangnya dari mobil.
“Boleh saya bantu pak? biar saya yang ambilkan barang-barangnya ke rumah”, kata Elis dan langsung membawakanya barang-barang tersebut.
“Oh ngak usah biar saya sendiri saja yang membawanya” jawab Andi.
“Biar saya saja pak”, jawab Elis, sambil masuk ke dalam rumah.
Andi sungguh heran dan bertanya-tanya siapakah seorang gadis cantik yang telah membantunya  itu.
Hari mulai gelap, semua anggota keluarga pak Dhani sudah berkumpul di rumah. Semua bersiap untuk makan malam bersama. Elis yang sedang sibuk di dapur mempersiapkan santapan makan malam untuk keluarga pak Dhani. Tiba-tiba Andi datang menghampiri Elis ke dapur dan membantunya mempersiapkan semuanya. Elis terkejut melihat kemunculan Andi ke dapur dan langsung membantunya memasak. Andi begitu asik ngobrol dengan Elis, walaupun Elis hanyalah seorang pembantu di rumahnya. Begitu pula Elis walaupun baru saja mereka berkenala tidak merasa canggung ngobrol dengan Andi.
“Mas Andi, Ada apa mas?”, ucap Elis.
Andi pun seraya menjawab, “ah tidak ada apa-apa kok, saya hanya ingin membantu kamu saja Lis”.
“Aduh mas ga usah, ga usah, ini juga sudah hampir beres kok”, tegas Elis sambil tersipu malu.
Andi pun langsung mengambil piring-piring dari dapur, begitu juga Elis yang membawa semangkuk besar sayur sup. Mereka berjalan bersamaan menuju meja makan. Semua orang sudah siap untuk makan malam, dan Elis langsung kembali lagi ke dapur.
Makan malam sambil bercakap-cakap antara pak Dhani, Andi, dan ibu Esti istrinya pak Dhani. Dalam percakapan itu ibu Esti bertanya kepada Andi mengenai pertunangan Andi dan Mira.
“Di bagaimana hubungan mu dengan Mira sekarang?”, Tanya ibu Esti kepada Andi.
“Hubungan kami baik-baik saja mam”, jawab Andi.
“Terus pekerjaan mu sekarang bagaimana?”, ibu Esti kembali bertanya.
“Tempat kerja Andi yang sekarang lebih nyaman dibandinng dengan tempat yang dulu”, Andi kembali menjawab.
“Papa dan mamah pun ikut senang Di”, tegas pak Dhani.
“Ya pah, mah Andi pun sudah mantap tugas di polres di sini”, Andi kembali menjawab.
Elis yang sedang makan juga di dapur harus bersibuk-sibuk lagi membereskan piring-piring bekas makan pak Dhani dan keluarganya. Sesudahnya makan malam semua orang berkumpul ke ruang keluarga. Kecuali Andi yang masih duduk di meja makan sambil menelpon Mira tunangannya. Elis yang ketika itu mondar-mandir membereskan meja makan tidak dihiraukan sama sekali oleh Andi, karena Andi sedang asik ngobrol dengan Mira.
Dalam percakapan tersebut, Andi berkata pada Mira tentang pertunangan mereka yang sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan. Sungguh kagetnya Elis, dan tanpa sengaja Elis menjatuhkan segelas jus yang dibuatkannya untuk Andi. Andi yang ketika itu sedang asik ngobrol dengan Mira, langsung mematikan handponnya dan langsung menghampiri Elis.
“Kenapa Lis? Ada apa?”, tanya Andi.
“Tidak kok mas, tadi Elis tidak sengaja menjatuhkan gelas”, jawab Elis.
“Elis, Eliiiis bikin kaget saja, kirain itu ada apa”, tegas Andi sambil mengusap dadanya.
“Lain kali hati-hati ya”, andi menegaskan kembali pada Elis.
“Iya mas Elis akan berhati-hati lagi”, jawab Elis sambil membersihkan pecahan gelas tersebut.
“Aduh, akh!”, tangan Elis terkena pecahan gelas.
“Kenapa Lis?”, Andi sambil kaget melihat tangan Lis berdarah terkena pecahan gelas tersebut.
“Elis, Elis. Tadi kan sudah aku bilang hati-hati, tuh kan tangan kamu jadi berdarah begini”, Andi cemas.
Elis sungguh tidak menyangka bahwa Andi begitu perhatian padanya, walau dia hanya seorang pembantu di rumah Andi. Dalam kejadian itu Elis merasa ada sesuatu yang berubah pada dirinya, yaitu perasaan cinta pada Andi. Dan merasa bersalah nencintai seseorang laki-laki yang sudah bertunangan dan akan segera melangsungkan pernikahan. Setelah tangan Elis diobati oleh Andi, Elis langsung kembali lagi ke dapur dan Andi pun langsung pergi ke kamarnya. Elis masih bersibuk-sibuk di dapur, dan Andi sendiri langsung ke tempat tidurnya.
Jam sudah menunjukan pukul 11 malam, tetapi Andi masih belum bisa tidur karena memikirkan kejadian tadi. Perasaan Andi jadi gelisah memikirkan Elis. Begitu juga Elis mengalami kejadian yang sama, tidak bisa tidur karena mnemikirkan kejadian yang menimpanya tadi.
Pagi yang cerah dan udara yang segar, semua orang sudah pada bangun dan bersiap-siap dengan kesibukan dan pekerjaan di kantor masing-masing. Pak Dhani yang hari ini ada jadwal berkampanye di salah satu daerah di Tasikmalaya, tepatnya di lapangan Dadaha. Ibu Esti yang super sibuk di kantornya tidak bisa ikut pak Dhani untuk berkampanye, karena secara kebetulan ibu Esti akan ada meeting dengan klien-kliennya ke luar kota selama dua hari. Begitu pula Andi, dia ada tugas ke Bandung selama sepuluh hari.
Pak Dhani dan ibu Esti yang sudah berangkat duluan dengan mobil masing-masing, tetepi Andi masih ada di rumah sibuk dengan barang-barang yang akan dibawanya nanti.
“Lis-Lis, ke sini sebentar”, Andi memanggil dari garasi.
“Iya mas? Ada apa mas?”, jawab Elis.
“Tolong buatkan saya teh manis ya”, sahut Andi sambil memasukan barang-barangnya ke dalam mobilnya.
“Baik mas, sebentar Elis buatkan”, Elis sambil kembali lagi ke dapur.
Andi sudah siap berangkat, karena teman-teman polisinya sudah datang menjemputnya. Hanya tinggal Elis sendirian di rumah.
Sementara itu pak Dhani bersiap diri dengan semua anggotaya untuk berkampanye dan berorasi dihadapan para pendukungnya yang sebagian besar adalah penghuni kawasan kumuh tempat tinggal keluarga Elis. Semua para pendukung pak Andi berupaya turut hadir dalam pesta pawai keliling kota tersebut. Pak Dhani sebagai calon Bupati Tasikmalaya berorasi ini, berorasi itu, janji ini, janji itu di hadapan para pendukungnya. Tetapi apa mau dikata orang-orang dari kawasan kumuh yang kurang berpendidikan itu hanya mengangguk-ngangguk saja dengan apa yang dikatakan pimpinannya.
Sementara itu, dalam kegiatan pawai berlangsung banyak para polisi yang berjaga-jaga di sekitar lapangan tempat pak Dhani berorasi, akan tetapi dalam kegiatan pawai tersebut ada beberapa orang pemuda yang kedapatan sedang berbuat keributan dan berkelahi sehingga mengakibatkan tubuh salah satu pendukung pak Dhani tertusuk pisau. Pemuda itu tidak lain adalah kakak kandung Elis sendiri.
Polisi yang ketika itu melihat kejadian tersebut langsung menangkap pemuda itu dan membawanya ke kantor polisi untuk diinterogasi kemudian dimasukanya ke penjara. Betapa terkejutnya Elis mendengar kakaknya masuk penjara, karena berbuat aksi keributan ketika berpawai.
Pesta pawai telah usai, semua pendukung pak Dhani pada bubar pulang ke rumahnya masing-masing, begitu pun pak Dhani segera pulang ke rumah. Sesamapnya di rumah, pak Dhani melihat Elis menangis lalu dia berkata,
“Lis kamu kenapa?, kok kamu menangis?”, tanya pak Dhani.
“Hik.....hik.....hik.....”
“Hik.....hik.....hik.....”
“Hik.....hik.....hik.....”, Elis tidak henti-hentinya menangis.
“Kamu itu kenapa Lis?”, pak Dhani kembali bertanya.
“Nggak pak, Lis gak kenapa-napa kok”, jawab Elis.
“Elis.....Elis....., kamu itu jangan bohong, sepertinya kamu sedang ada masalah?”, tanya pak Dhani.
“Elis sedih saja pak, tadi kakak Elis telepon bahwa dia masuk penjara”, jawab Elis sambil menangis.
Pak Dhani terus mengobrol dengan Elis mengenai kakaknya yang masuk penjara, dan apa yang diceritakan Elis mirip dengan kejadian yang tadi terjadi di lapangan ketika pak Dhani berpawai. Tanpa berpikir panjang pak Dhani langsung menelpon temen polisinya untuk segera membebaskan pemuda itu dengan tebusan juga. Elis yang mengetahui bahwa pak dahni telah membebaskan kakaknya, dia langsung bersujud dan menangis di hadapan pak Dhani sambil mengucapkan terimakasih padanya karen telah membebaskan kakaknya.
Rumah terasa sepi karena ditinggal para penghuninya, kecuali ada Elis dan pak Dhani yang baru saja pulang kerja. Pak Dhani yang sedikit agak kelelahan meminta kepada Elis untuk membawakan air hangat untuk mengompres kakainya yang pegal-pegal.
“Lis.....Elis.....tolong ambilin saya air hangat untuk mengompres kaki bapak”, kata pak Dhani sambil tiduran di kursi ruang depan.
“Iya pak, segera Elis siapkan”, jawab Elis.
“Sekalian buatin saya kopi juga ya Lis!”, teriak pak Dhani.
Elis yang ketika itu sedang sibuk memasak di dapur langsung menyiapkan air hangat dan teh manis yang dimint pak Dhani.
“Ini pak kopinya”, tegas Elis dan langsung mengelap-ngelap kaki pak Dhani yang terasa pegal-pegal.
“Lis, ibu belum pulang ya?”, tanya pak Dhani.
“Belum pak, tadi juga ibu telephon ke rumah bahwa ibu masih sibuk dan mengudur pulangnya”, jawab Elis.
“Kok ibu tidak menghubungi bapak ya Lis”, tanya pak Dhani heran.
“Ibu juga tadi bilang, sebenanya tadi ibu menghubungi bapak, tapi handphon bapak susah dihubungi, jadinya ibu menelphon ke rumah saja”, Elis menjawab.
“Ooh begitu ya?”, tanya pak Dhani.
“Betul pak”, jawab Elis sambil tersenyum manis dan masih mengelap-ngelap kaki pak Dhani.
Elis langsung berpamitan ke dapur untuk menyiapkan makan malam pak Dhani. Makan malam sudah disipkan oleh Elis dan langsung memanggil pak Dhani untuk makan malam.
“Pak, ini makan malamnya sudah Elis disiapkan”, kata Elis.
“Iya Lis, bapak akan segera makan”, jawab pak Dhani sambil berjalan menuju meja makan.
“Lis.....Elis....., ke sini sebentar!”, pak Dhani kembali bertanya.
“Iya, ada apa pak?”, jawab Elis.
“Sini, kamu temenin bapak makan di sini Lis”, rayu pak Dhani.
“Nggak ah pak biar Elis makan di dapur saja”, jawab Elis.
“Di sini saja Lis makannya, daripada kamu makan di dapur sendidiran gak ada temennya, dan di sini juga bapak juga gak ada temen makan” sahut pak Dhani.
Elis pun tidak bisa menolak permintaan pak Dhani, dan tidak biasanya pak Dhani mengajak Elis makan malam bersama di meja makan. Makan malam sambil berbincang-bincang menambah suasana rumah menjadi terasa gak sepi saja.
“Lis, kamu itu cantik, manis, sudah cukup dewasa juga. Siapa lelaki yang menjadi kekasih mu?”, tanya pak Dhani.
Sambil bengong Elis menjawabnya dalam hati, “mas Andi, sebenarnya mas Andi yang Elis sukai pak”.
“Lis.....Lis.....Elis kenapa kamu bengong seperti itu?”, tanya pak Dhani.
“Ii iiya pak?”, jawab Elis sambil terbata-bata.
“Kamu melamun ya?”,
“Tadi bapak bertanya siapa lelaki yang menjadi kekasih mu”, tanya pak Dhani.
“Akh bapak, kenapa bapak bertanya seperti itu”, jawab Elis sambil tersipu malu.
“Nggak Lis, bapak hanya ingin tahu saja!”, sahut pak Dhani.
Elis tersenyum, dan sedikit heran mengapa pak Dhani bertanya seperti itu padanya. Mereka pun telah selsai makan. Pak Dhani langsung pergi ke ruang tengah sambil merokok dan Elis harus beres-beres di dapur. Rasa lelah yang tadi dirasakan pak Dhani hilang seketika setelah makan bareng dengan Elis.
“Lis.....Elis....., tolong simpan tas dan berkas-berkas bapak ke kamar”, pak Dhani menyuruh Elis.
“Iya pak, tunggu sebentar”, jawab Elis sambil sibuk di dapur.
Elis pun langsung mengambil tas dan berkas-berkas yang harus ia simpan ke kamarnya pak Dhani. Pak Dhani juga mengikuti Elis menuju kamarnnya untuk beristirahat. Ketika Elis sedang menyimpan barang-barang pak Dhani, tiba-tiba pak Dhani berdiri di depan pintu kamarnya. Betapa kagetnya Elis melihat pak Dhani yang secara toba-tiba ada di depan pintu.
“Lis…..Elis….?”, Tanya pak Dhani.
“Iya pak ada apa pak?”
“Pak, ada apa pak?”, jawab Elis, Elis mulai bingung dan heran kenapa pak Dhani tidak juga menjawabnya. Tidak lama kemudian pak Dhani mengunci pintu kamarnya dan ketika itu pula masih ada Elis di kamarnya. Elis sungguh kaget dan takut dengan apa yang telah dilakukan oleh pak Dhani. Entah setan apa yang merasuki tubuh pak Dhani yang mengunci kamarnya padahal Elis masih ada di dalam kamarnya. Elis yang pakut dan panik langsung berteriak kepada pak dhani.
“Pak, bapak kenapa?”, Tanya Elis.
“Lis, Lis, hehe hehe heee…..” pak Dhani hanya tertawa saja sambil menatap tajam pada Elis.
Rasa takut Elis semakin menjadi-jadi dengan kelakuan majikanya seperti yang kesurupan.
“Tidak Lis, tidak ada apa-apa kok?”
“Bapak hanya ingin beristirahat saja”, sahut pak Dhani yang masih berdiri di depan pintu kamarnya.
“Pak, tapi kenapa pintunya dikunci pak. Elis kan belum keluar dari kamar bapak”, jawab Elis yang berdiri gemetaran di samping lemari.
Mata pak Dhani terus memandangi Elis dan berjalan perlahan-lahan mendekati Elis. Elis sangat panik, kenapa pak Dhani berbuat seperti itu padanya denga cara mengunci pintu kamarnya, padahal masih ada Elis di sana. Tak lama kemudian pak Dhani memegang kedua tangannya Elis dan menikamnya dari belakang, sehingga Elis tidak bisa melepaskannnya.
“Elis, kamu jangan takut. Bapak tidak akan ngapa-ngapain kamu kok?”, sahut pak Dhani.
“Tidak pak, jangan lakukan ini pada Elis. Elis takut” jawab Elis sambil gemetaran karena rasa takut.
“Elis jangan takut, di sini juga tidak ada siapa-siapa kok. Ibu dan Andi kan pada ada di luar kota. Mari kita bersenang-senang saja di sini”, rayu pak Dhani.
“Jangan pak, jangan, hik hik hik hik”, Elis sambil menangis.
“Tenang Lis, tenang……”
“Bapak tidak akan menyakiti kamu kok?”, pak Dhani sambil menahan kedeua tangan Elis dengan kerasnya.
“Hik hik hik hik”
“Jangan pak jangan”, sahut Elis.
Pak Dhani sedikit merayu sambil mencium rambut Elis dari belakang Elis. Ketakutan Elis semakin memuncak. Pak Dhani yang sudah bleeeng langsung menjatuhkan Elis ke atas ranjang. Sekuat tenaga Elis bela diri untuk membebasakan dirinya dari cengkraman pak Dhani.
“Elis…..Elis…..kamu itu sangat cantik, sexy pasti lelaki yang mendapatkan dirimu dan cintamu dia akan bahagia sekali”, bisik pak Dhani.
“Jangan pak, jangan”, jawab Elis sambil menangis.
 “Jangan pak, jangaaaaan”
“Tidak pak, tolooooong, tolooooong, tolooooong”, teriak Elis.
“Eliiiiiiiiis, Elis tidak ada orang yang akan mendengarkan teriakan kamu. He he heheeeee”, pak Dhani sambil tertawa.
Pak Dhani yang sudah hilang kesadarannya, langsung menikam dan memeluki tubuh mulus Elis. Pak Dhani pun langsung membuka seluruh pakaiannya dan memaksa Elis melakukan sesuatu yang sangat bejat. Terjadilah sesuatu pada Elis.
Elis diperkosa oleh pak Dhani. Elis yang tidak bisa berbut apa-apa berteriak sekuat tenaga, akan tetapi sia-sia saja karena tidar ada yang mendengar teriakan minta tolongnya. Tidak ada satu orang pun yang dapat menolongnya kecuali dia sendiri. Sungguh bejat pak Dhani, dia menodai kehormatan Elis yang selalu ia jaga.
“Tidak, tidaaaaaaak”
“Tidak, tidaaaaaakaaak”
“Hik hik hik hik “
“Hik hik hik”, Elis sambil menangis.
Malam semakin larut setelah musibah yang telah menimpanya, Elis yang tidak berpakaian hanya bisa menangis dan menyesal saja dengan kejadian yang telah menimpanya tadi. Pak Dhani masih tertidur pulas, Elis pun langsung kabur meninggalkan rumah pak Dhani dan pulang kerumahnya. Elis berlari-lari sambil menangis saja di sepanjang jalan. Sesampinya di rumah, kakaknya Elis kaget dan heran kenapa adiknya mendadak pulang malam-malam sambil menangis pula. Elis langsung menangis di hadapan ibunya, ayahnya dan kakaknya.
Sungguh kaget dan terpukul keluarganya Elis setelah dia menceritakan kejadian yang  telah menimpanya. Kakaknya Elis sangat terpukul dan menangis sambil memukul-mukul pintu rumahnya. Rasa emosi kakanya Elis semakin memuncak dan dia mengatakan bersumpah akan menghabisi dan membunuh seseorang yang telah menodai adiknya.
Waktu telah menunjukan pukul 06.00, pagi ini ibu Esti pulang. Begitu pula Andi, dia seharusnya pulang hari kamis depan.
Tidid…..tidid……tidid…..
Tidid…..tidid……tidid…..
Suara kelakson mobil ibu Esti berbunyi dari luar gerbang, tetapi tidak satu pun orang ada yang membuka pintu gerbangnya. Dari dalam mobil ibu Esti berteriak memanggil-manggil Elis yang tidak segera membuka pintu gerbangnya.
“Elis, Elis, Eliiiiiiiiis buka pintu gerbangnya cepat!!!”, ibu Esti yang sudah bete menunggunya membukakan pintu gerbang.
“Aduh ini orang pada kemana sih?”
“buka pintu gerbang juga lama banget!!!!!”, ibu Esti yang sudah mulai kesal.
Totot…..
Totot…..
Totot…..
Suara kelakson mobil Andi dari belakang mobilnya ibu Esti.
“Andi, kok kamu pulang sekarang sih? Bukannya hari kamis depan harusnya kamu pulang?”, Tanya ibu Esti sambil menengok ke belakang dari pintu mobilnya.
“Iya mah, gak tahu kenapa bawaannya andi pengen pulang saja”, jawab andi.
“ooh jadi begitu”, sahut ibu Esti.
Tidid…..tidid……
Tidid…..tidid…..
Tidid......tidid…..
Pak Dhani yang ketika itu masih tertidur pulas dan tidak mengenakan apa-apa langsung terbangun dan memakai piyamanya kemudian langsung keluar kamar dan memanggil-manggil Elis, akan tetapi Elis tidak juga menjawabnya. Pak Dhani merasa kebingungan karena Elis sudah tidak ada di rumahnya. Pak Dhani pun keluar dan membukakan pintu gerbangnya. Ibu Esti heran mengapa mesti suaminya yang membukakan pintu gerbangnya bukan Elis. Mereka pun langsung memarkiran mobilnya masing-masing. Ibu Esti dan Andi turun dari mobilnya masing-masing.
“Pak, memangnya Elis sedang kemana? kok papa yang bukakan pintunya. Elis dipanggil-panggil dari tadi gak ada?”,Tanya ibu Esti.
“Mmmmh, mmmmh, (sambil bingung) Elis pulang dulu mam,katanya ibunya sedang sakit jadi dia minta izin untuk pulang dulu”, jawab pak Dhani.
“Andi, kok kamu pulang sekarang. Bukannya kamu dinas sampai hari kamis depan?”, Tanya pak Dhani sambil mengalihkan pembicaraannya dengan ibu Esti.
Andi merasa ada sesuatu yang berbeda dari sikap ayahnya ada yang mengganjal saja pada dirinya, karena tidak bisanya ayahnya bertingkah laku aneh  seperti itu. Andi melihat ada yang disembunyikan oleh ayahnya, tetapi dia sendiri tidak tahu apa itu.
Lima bulan telah berlalu, Elis tidak pernah kembali lagi ke rumah pak Dhani setelah dia kabur karena telah diperkosa oleh pak Dhani. Selama lima bulan juga rahasia kebejatan pak Dhani tidak terhadap Elis belum pernah terungkap dan masih tetap terjaga, sehingga tidak ada satu orang pun yang mengetahuinya selain mereka sendiri.
Menjadi seorang Bupati yang selalu pak Dhani mimpi-mimpikan sekrang jadi kenyatan. Dia terpilih menjadi Bupati Tasikmalaya sejak tiga bulan yang lalu. Pak Dhani sangat disegani dan dihormati oleh semua orang masyarakatnya karena dia menjadi Bupati yang arif dan bijak terhadap pemerintahannya. Sehingga masyarakatnya sangat berantusias memilih dan memepercayakan kepemimpinan daerah mereka kepada pak Dhani. Bagaimana jadinya apabila suatu hari nanti Elis datang dan menceritakan kebejatan pak Dhani terhadap dirinya, bisa saja ada orang yang percaya dan  ada juga yang tidak percaya akan hal itu. Mereka akan menganggapnya semua itu bohong belaka yang hanya ingin numpang tenar saja, dan ingin menjatuhkan posisi pak Dhani.
Hari ini Andi dan teman-teman sepropesinya akan menggusur dan merajia suatu daerah yang sering dijadikan sebagai tempat berkumpul para gelandangan, tempat pengamen anak-anak  jalanan, peminta-minta dan tempat mangkal para PSK. Tempat itu tidak lain adalah daerah tempat tinggal Elis sendiri. Andi dan semua polisi beserta Satpol PP langsung menuju ke daerah itu, ada lima mobil bok Satpol PP yang berangkat ke sana, Andi sendiri memakai mobil pribadi.
Sesampainya di sana sudah banyak polisi dan Satpol PP yang sudah menggusur dan berhasil merajia orang-orang itu. Jauh di depan sana, di antara orang-orang itu, Andi melihat ada seorang wanita yang sedang hamil dan merasa ia mengenalinya. Tetapi ia pun heran siapakah wanita itu. Kemudian Andi pun langsung menghampiri  wanita yang hamil itu, betapa terkejutnya Andi bahwa wanita itu adalah Elis. Andi bertnya-tanya kenapa Elis bisa ada di tempat seperti ini.
“Elis, Elis?”, Tanya Andi pada Elis.
“Mmas, mas Andi?” jawab Elis sambil kaget bisa bertemu dia di sana.
“Kamu sedang apa di sini Lis?”
“Elis, Elis kkk kkamu?”
“Hhh hamil”
“Kamu sudah menikah ya?”, Andi bertanya lagi.
“Hik hik hik hik”
“Hik hik hik”
“Mas, mas Andi?”, Elis sambil menangis.
“Kamu kenapa Lis?”, Tanya Andi sambil penasaran apa yang sebenarnya terjadi pada Elis.
“Hik hik hik hik”
“Hik hik hik”
Tidak lama kemudian datang kakaknya Elis, belum juga Elis menjawab pertanyaan Andi. Kakaknya langsung emosi dan marah-marah pada Andi sambil menuduh Andi yang menghamili Elis adiknya. Kakaknya Elis tidak segan-segan memukuli Andi walaupun sedang berpakaian polisi sekali pun. Dia seperti orang yang kesetanan terus saja memukul-mukul Andi.
“Hentikan!!! Hentikan!!! Hentikan kak!!!”, teriak Elis.
Orang-orang pun jadi melihat ke arah Elis.
“Kak bukan dia yang memerkosa Elis!!!”, sahut Elis sambil menangis.
Kakaknya pun langsung menghentikan pemukulannya terhadap Andi. Elis terus saja menangis karena kejadian itu teringat kembali olehnya. Orang-orang pada bengong melihat Elis. Selama ini Elis tidak menceritakan pada keluarganya tentang siapa orang yang telah memerkosanya sejak lima bulan yang lalu.
“Lalu siapa Lis yang telah memerkosa kamu?”, Tanya kakaknya sambil penasaran. Begitu pun Andi penasaran siapakah orang yang telah menodai wanita yang telah dicintainya. Elis pun langsung berterus terang pada mereka tentang siapa orang yang telah menodainya.
“Orang itu….. orang itu adalah pak Dhani!!!”, tegas Elis.
“Pak Dhani, pak Dhani mana Lis?”, jawab kakaknya penasaran.
“Maksud kamu, ayah saya Lis?”, Tanya Andi.
“Iya mas, pak Dhani yang merkosa Elis”, kata Elis sambil menantgis.
“Tidak!!! Tidak!!! Saya tidak ayah saya melakukannya padamu Lis, tidak percaya Lis?”, tegas Andi.
Kakaknya Elis yang semakin emosi, setelah mengetahui bahwa ayahnya Andi yang memerkosa Elis. Dia langsung menyeret paksa Andi untuk menemui pak Dhani. Elis masih saja menangis. Dan Andi pun langsung menuruti kakakanya Elis uyntuk menemui ayahnya, karena dia puin ingin tau kepastiannya bahwa ayahnya yang telah memerkosa Elis. Mereka langsung naik mobilnya Andi.
Sesampainya di rumahnya pak Dhani, kakaknya Elis berteriak-teriak memanggil pak Dhani. Akan tetapi pak Dhani sedang tidak ada di rumah karena belum pulang kerja. Tidak lama kemudian pak Dhani datang bersama ibu Esti. Pak Dhani kaget ada apa sebenarnya yang terjadi di rumahnya. Kakakanya Elis langsung menghantn pak Dhani dengan sebuah vas bunga yang berukuran besar. Ibu Esti langsung memarahi kakaknya Elis yang secara tiba-tiba melempar vas bunga kepada suaminya.
“Hei, siapa kau?”, teriak ibu Esti.
“Dasar lelaki bejat mampus kau!!!”, kakaknya Elis sambil memukuli pak Dhani.
Mereka terlibat pertengkaran hebat antara kakaknya Elis, pak Dhani, dan Andi. Pertengkaran yang disertai dengan aksi pemukulan itu pun semakin memuncak saja tanpa terkendali. Elis yang hanya menangis saja tidak bisa berbuat apa-apa, ibu Esti berteriak-teriak minta tolong pun tak ada orang yang hendak datang menolongnya.
“Hentikan, hentikan, hentikan!!!”, teriak ibu Esti.
“Kakak hentikan, hentikan, hentikan!!!”, teriak Elis.
Pertengkaran pun berhasil dihentikan. Dan Andi lanssung membantu ayahnya berdiri setelah terus-terusan dipukuli oleh kakaknya Elis. Kakak Elis yang masih saja emosi langsung merebut pistol dari saku celananya Andi dan langsung menghagangkanya pada muka pak Dhani. Elis dan ibu Esti terkejut dan takut terjadi sesuatu pada pak Dhani.
Dorr.....dorr
Dorr
Suara peluru dari pistol yang dipegang kakaknya Elis dilepaskan ke udara. Semua orang kaget. Andi juga langsung mengambil pistol yang berada di laci lemari dan menghadangkanya kepda kakaknya Elis.
“Dasar kau lelaki bajingan!!!”, kata kakaknya Elis ditujukan kepada pak Dhani yang sudah tidak berdaya karena dipukuli olehnya.
“Mampus kau biadab, enyahlah dari muka bumi ini!!!”, kakaknya Elis sambil emosi.
“letakan pistol mu!!!”
“Kalau tidak akan ku tembak kau!!!”, kata Andi kepada kakaknya Elis.
Tanpa berpikir panjang kakaknya Elis langsung menembak pak Dhani.
“Lelaki bejat ku bunuh kau?’, kat kakaknya Elis.
Dorr.....dorr!!!
Dorr.....!!!
Dorr.....!!!
“Aaaaaaaakh!!!”, sura pak Dhani kesakitan karena ditembak oleh kakaknya Elis.
“Tidaaaaak!!!!!”
“Papaaaaah ?, ibu Esti menjerit.
“Dasar keparat!!!”, kataAndi sambil menembak tangannya kakaknya Elis.
Dorr.....dorr!!!
Dorr.....!!!
“kakak!!!”, teriak Elis.
Pak Dheni hampir sekarat karena lelaki itu menembaknya tepat pada jantungnya. Ibu Esti pun langsung mendekap dan merangkul suaminya. Lalu pak Dhani mengatakan bahwa dia telah memerkosa Elis ketika ibu Esti dan Andi sedang tidak ada di rumah. Betapa terkejutnya ibu Esti mendengar hal itu. Tak lama kemudian pak Dhani menghembuskan nafasnya yang terakhir. Andi merasa sangat terpukul, dan dia pun langsung menembaki kakaknya Elis sebagai balas dendam terhadap ayahnya. Tetapi usahanya sia-sia saja karena Elis langsung menghalangi kakaknya yang sudah tidak berdaya. Maksud Andi akan menembak kakaknya Elis, tetapi Elis malah menghalangi kakaknya dengan tubuhnya.
Dorr.....dorr!!!
Dorr.....!!!
Dorr.....!!!
Aaaaaaakh.....!!! aaaaaaakh.....!!!
Elis tertembak oleh Andi.
“Elis?”, kata Andi terkjut.
“mmas.....mas Andi?”, Elis memanggil Andi.
Andi langsung merangkul Elis. Elis yang sudah terkapar lemas tidak bisa apa-apa. Begitu pula dengan ibu Esti menangis dengan kerasnya.
“Mas Andi?”, sahut Elis pelan.
“Elis.....maafkan saya Lis, maafkan saya Lis”, jawab Andi smbil menangis pilu.
“Mas Andi, Elis mau nengungkapkan perasaan Elis kepada mas Andi selama ini, Elis sangat mencintai ms Andi sejak dulu. Tetapi Elis tidak memiliki kemampuan untuk menyatakanya. Biar cinta ini Elis bawa mati saja mas”, sahut Elis secara perlahan-lahan menyebutkannya.
“Elis.....Elis....Lis?
“Elis.....Elis....Lis?”
“Bangun Lis, bangun Lis, banguuun!!!!!! ?”, Andi memanggil-manggil Elis. Tetapi Elis tidak menjawabnya,
“Elis, Eliiiiiiiiiiiiiiiiiiiis!!!”
“Jangan tinggalkan aku Lis!!!, Teriak Andi sambil menangis.
“Elis, sebenarnya saya juga mencintai mu Lis”, suara Adni sambil berbisik.
Andi yang mencoba mengajak Elis berbicara. Walaupun dia tahu bahwa Elis sudah tiada. Begitu pula ayahnya yang sangat ia hormati meninggal juga. Betapa terpukulnya Andi, karena kehilangan dua orang yang ia sayangi. Ibu Esti hanya menangis histeris saja.
14 November 2010, hari ini bertepatan dengan setahun meninggalnyanya Elis dan pak Dhani. Andi bersama istrinya datang ke pemakamannya Elis dan ayahnya. Walaupun Elis sudah satu tahun meninggal, tetapi Andi selalu merasakan bahwa Elis itu masih ada dan cintanya terhadap Elis pun masih tersimpan rapi dalam lubuk hatinya.



***